Tradisi menginan (makan sirih) sangat populer dalam kehidupan masyarakat di
wilayah Nusantara, pada jaman dahulu kebiasan menginand idlakukan oleh orang-
orang tua laki-laki maupun perempuan. Menginand berguna bagi kesehatan gigi
dan menghilangkan bau mulut yang tidak sedap. Tradisi menginang sering
dikaitkan dengan biasaan tertentu, misalnya untuk menghormati tamu, ataupun
untuk melengkapi upacara tertentu, misalnya upacara perkawinan, sedekah bumi,
kematian dan sebagainya. Ramuan kinang terdiri dari : daun sirih, pinang muda
(gambir), kapur dan tembakau. Oleh karena itu sering dijumpai alat pakinangan
dilengkapi dengan bagian-bagian yang secara khusus dipersiapkan untuk tempat
daun sirih, tempat gambir (pinang), tempat kapur dan tempat tembakau.
Bahan yang digunakan membuat tempat kinangapun bermacam-macam, ada yang
dibuat dari bahan kuningan, perak, kayu dan sebagainya. Pakinangan juga sering
dilengkapi dengan alat khusu untuk menampung ludah yang disebut KECOHAN,
bahkan sering kali disiapkan pula alat khusus yang digunakan untuk membelah
pinan atau gambir yang disebut KACIP.
Bagi masyarakat, keris selain berfungsi sengai senjata sekaligus dianggap pusaka
karena mereka beranggapan bahwa keris adalah buatan para Empu sehingga
bertuah.
Salah satu senjata yang menjadi andalan masyarakat di Jawa diantaranya adalah
tombak. Pada jaman dahulu tomabk hanya dibuat oleh para Empu, sama halnya
dengan keris. Bahan-bahannya berupa baja pilihan dan timah. Dua bahan ini
disatukan dengan cara ditempa dan dilipat secara berulang-ulang. Akibat tempaan
dan lipatan itu maka kedua bahan baku ini menyatu, dan karena kikisan pada
bagian-bagian tertentu dari tombak itu maka munculah pamornya yang beraneka
macam coraknya.
[HALAMAN UTAMA] [SELAYANG PANDANG] [SEJARAH] [PETA] [KOLEKSI] [E-MAIL]
Mpu Tantular
Museum Negeri Jawa Timur
Hak Cipta © 1997 oleh Anon Kuncoro Widigdo