Sebagai sarana upacara minta hujan.
Sebagai peralatan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Masa perundagian ditandai
dengan adanya ketrampilan membuat alat-alat dari perunggu. Alat tersebut dipakai
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari terutama untuk bertani, berburu dan peralatan
untuk upacara.
| Asal | :Nusa Tenggara Timur | |
| Bahan | :Perunggu | |
| Fungsi | :Sarana Upacara |
| Asal | Mayangrejo, Kec Kalitidu, Kab. Bajonegoro |
| Penemu | Bapak Mardjuki, pada tanggal 2 Maret 1992 |
| Bahan | Tembaga |
| Tulisan | Jawa Kuno |
| Bahasa | Jawa Kuno |
| Jumlah | 17 lempeng |
| Angka tahun | 1223 Caka/ 1301 Masehi |
| Hari | Sabtu pasaran Legi |
| Nama raja | Kertarajasa Jayawardhana |
| Nama Permaisuri | Sri Bhuwaneswari, Sri Rajendradewi, Prajnyaparamita |
| Nama Pejabat Tinggi | Rakyan Hino, Rakyan Sirikan, Rakyan Mantri Halun |
Prasasti adalah salah satu sumber penulisan sejarah, berisi peristiwa-peristiwa penting
dibidang agama, pemerintahan atau sosial ekonomi.
Bahan untuk menulis prasasti bermacam-macam, diantaranya : batu, kayu, logam
(emas, tembaga, perak) dsb.
Alat-alat upacara yang digunakan oleh para pemeluk Agama Hindu ini, berhubungan
dengan upacara daur hidup.
Dalam kehidupan manusia peristiwa lahir hingga mati, banyak peristiwa penting yang
perlu diperingati dengan upacara-upacara khusus atau disyahkan melalui kegiatan
upacara sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh agama yang dianutnya.
Untuk mendukung kegiatan upacara itulah diciptakan alat-alat khusus yang beraneka
macam bentuk maupun bahannya, dan biasanya dikaitkan dengan makna-makna
tertentu. Lewat upacara manusia dituntut untuk berhubungan dengan Sang Pencipta.
Dengan melibatkan unsur-unsur alam seperti : angin, suara, tanah, air dan lain
sebagainya, diciptakan suasana yang berbeda dengan keadaan sehari-hari. Oleh karena
itu tidak mengherankan bila banyak ditemukan alat-alat upacara, seperti genta, tempat
air suci, tempat abu ataupun tempat pripih (benda milik raja yang ditanam sebagai
simbul raja tersebut setelah meninggal dunia)
Didaerah Jawa Timur, Stupika diketemukan di Gumuk Klinting Banyuwangi dan Pulai
Bawean.
Benda cagar budaya yang diperkirakan berasal dari abad ke IX ini, merupakan alat
upacara (bekal kubur) bagi pemeluk agama Budha. Didalam stupika terdapat benda
semacam Tablet yang bertulis huruf Jawa Kuno, berisi mantra Budhis, dibuat dari
bahan tanah liat.Stupika yang ditemukan di pulau Bawean terlihat agak kemerah-
merahan (mungkin dibuat dari tanah merah atau dibakar).
Penemuan stupika di Gumuk Klinting, Banyuwangi, disetai benda temuan lain berupa
Relief Budha, material/Tablet, rambut, lempengan emas dan manik-manik, diduga
sebagai bekal kubur.
| Asal | Desa Kunti, Kec. Bungkal, Pororogo |
| Penemu | Parmin pada tanggal 21-8-1992 |
| Bahan | Perunggu |
| Sifat | Budha Tantrayana |
Pada masa bercocok tanam, masyarakat hidup bertani untuk mengerjakan sawah,
mereka menggunakan alat terutam jenis beliung persegi dan kapak lonjong.
Untuk berburu menggunakan alat berupa cundrik tulang, sedangkan untuk
mencari kayu menggunakan alat berupa kapak tangkai.
[HALAMAN UTAMA] [SELAYANG PANDANG] [SEJARAH] [PETA] [KOLEKSI] [E-MAIL]
Mpu Tantular
Museum Negeri Jawa Timur
Hak Cipta © 1997 oleh Anon Kuncoro Widigdo